Durian: ‘Emas Cair’ Indonesia Senilai Rp133 Triliun yang Hilang

Durian, “Emas Cair” Indonesia yang Terlupakan

​👑 Durian: Aroma Triliunan yang Gagal Kita Cium

​TokoOke – Indonesia itu negara yang luar biasa, dengan kekayaan alam yang kadang-kadang bikin geleng-geleng kepala. Tapi, ada satu hal yang lebih bikin geleng-geleng lagi: kerugian triliunan rupiah setiap tahun yang kita anggap ‘oke-oke aja’. Ini bukan soal korupsi, ini soal potensi yang menguap, tercium dari aroma khas yang sangat kita kenal: durian.

​Durian, si Raja Buah, ternyata adalah “liquid gold” alias emas cair baru di Asia. Kenapa? Karena raksasa ekonomi di utara, Tiongkok, sedang gila-gilaan dengan buah berduri ini. Obsesi mereka terbukti dari data: Tiongkok menyerap 91% dari total impor durian dunia. Bayangkan, hampir semua durian yang melintasi batas negara diimpor oleh satu negara saja!

​Logika sederhananya, negara yang memproduksi durian terbanyak di dunia (yaitu kita, Indonesia!) seharusnya menjadi yang paling kaya raya. Tapi, anehnya, yang cuan justru negara-negara tetangga.

​🤯 Vietnam dan Kisah Mustahil yang Bikin Iri

​Coba kita lihat Vietnam. Negara ini melakukan hal yang—jujur saja—terdengar mustahil di tahun 2022. Dalam waktu dua tahun, mereka meraup untung sampai Rp50 triliun hanya dari ekspor durian ke Tiongkok.

​Dengarkan ini baik-baik: Kita, Indonesia, adalah produsen durian terbesar di dunia. Tapi, kita hanya mengekspor sekitar 0,03% dari total produksi. Sementara itu, Vietnam yang produksinya jauh di bawah kita, bisa meroket sedemikian rupa.

​Ini bukan cuma soal Vietnam. Mari kita perhatikan pola yang lebih mencolok dengan tetangga dekat kita.

​🇲🇾 Malaysia: Parfum Hermes Berduri

​Kita memproduksi durian tiga kali lipat lebih banyak daripada Malaysia. Namun, tebak apa yang terjadi?

​Malaysia mendapatkan pendapatan ekspor 180 kali lipat lebih banyak dari kita!

​Kenapa perbedaannya begitu jomplang? Karena Malaysia menjual durian bukan seperti buah biasa, melainkan seperti menjual parfum Hermes. Mereka tidak hanya menjual komoditas, tapi menjual merek, kualitas premium, dan strategi pemasaran yang terstruktur rapi. Mereka fokus pada ekspor varietas premium yang permintaan Tiongkoknya sangat tinggi (seperti Musang King), memprosesnya menjadi produk beku berkualitas tinggi, dan memastikan rantai pasoknya terjamin.

​Indonesia punya buahnya, tapi Malaysia punya strateginya.

​💰 Triliunan yang Menguap dan Sisi Gelap “Emas”

​Seorang Menteri Koordinator kita sendiri sudah angkat bicara, mengakui bahwa sebenarnya Indonesia bisa untung triliunan rupiah tiap tahun hanya dari sektor durian ini. Kerugian yang kita alami, Rp133 triliun per tahun, adalah angka yang sangat fantastis dan seharusnya tidak kita abaikan begitu saja.

​Sayangnya, potensi keuntungan ini juga membawa sisi gelap yang mulai terlihat, dan ini harus menjadi alarm bagi kita semua.

​Ketika sebuah komoditas menjadi seberharga emas (atau liquid gold), harga di dalam negeri akan merangkak naik. Ini bagus untuk petani, tapi bisa jadi bumerang. Tiba-tiba, terjadi penebangan liar yang mengincar pohon-pohon durian tua yang produktif. Yang paling parah, petani kecil berpotensi terancam digusur dari lahan mereka oleh pemain besar yang ingin memonopoli kebun durian untuk pasar ekspor yang sangat menggiurkan.

​📚 Belajar dari Sejarah dan Strategi Pemenang

​Malaysia sudah mengalami ini. Dan di Indonesia, kita punya sejarah yang mirip di banyak industri lain—dari rempah-rempah di masa lalu hingga komoditas modern.

​Skenarionya jelas: Indonesia punya buahnya, Tiongkok punya uangnya.

​Tapi, yang menentukan siapa pemenangnya dalam permainan pasar global adalah strategi.

​Saat ini, Indonesia bahkan bisa dibilang belum ikut bermain. Kita masih fokus pada konsumsi domestik dan ekspor dalam skala kecil yang tidak terorganisir. Kita belum membangun infrastruktur pengolahan (pembekuan cepat) yang memadai, standarisasi kualitas yang ketat, dan jalur ekspor yang efisien seperti yang dilakukan Vietnam dan Malaysia.

​Jika durian itu adalah rajanya buah, maka Indonesia tidak boleh hanya berperan sebagai pelayan yang hanya sibuk memanen tanpa mendapatkan untung maksimal. Kita harus menjadi pemain utama yang menentukan harga, bukan hanya penerima remah-remah.

​💡 Triliunan di Aroma Durian

​Jadi, lain kali Anda mencium aroma durian yang menusuk, ingatlah satu hal: Aroma itu adalah triliunan rupiah yang seharusnya dimiliki Indonesia.

​Sudah saatnya kita mengubah kerugian pasif ini menjadi strategi aktif. Membudidayakan varietas unggul yang diminati pasar global, menstandardisasi kualitas ekspor, dan yang terpenting, melindungi petani kecil dari ancaman penggusuran. Strategi yang benar adalah kunci untuk mengklaim kembali takhta kita sebagai Raja Durian dunia, dan akhirnya, mengklaim triliunan yang sudah lama menguap.

​🌳 Pohon Penghasilan Emas yang Abadi

​Anda bertanya, kira-kira pohon seperti apa yang penghasilan emasnya banyak dibudidayakan dan dilestarikan sampai kapanpun?

​Jawabannya ada dua, dan keduanya berharga seperti emas:

  1. ​Pohon Durian Unggul (Varietas Ekspor): Pohon durian dengan varietas unggul yang terstandardisasi (seperti Musang King, Black Thorn, atau varietas unggul lokal yang dikembangkan untuk ekspor) adalah penghasil emas sejati saat ini. Pelestariannya dijamin selama Tiongkok masih mengkonsumsi 91% durian dunia. Durian adalah komoditas pertanian yang permintaannya insane dan stabil di pasar ekspor Tiongkok.
  2. ​Pohon Pendidikan/Pengetahuan: Pohon yang menghasilkan emas paling abadi adalah pengetahuan, strategi, dan teknologi. Vietnam dan Malaysia tidak menang karena pohon durian mereka lebih banyak, tetapi karena mereka punya pohon strategi, pohon pengolahan, dan pohon rantai pasok yang unggul. Budidaya dan pelestarian inilah yang menjamin pendapatan emas jangka panjang, karena ia bisa diterapkan ke komoditas apa pun, selamanya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

You might also like
Shopping cart

No products in the cart

Return to shop
Chat WhatsApp
WhatsApp